Perjuangan Petani Sagu Kepulauan Meranti Riau Ditengah Pandemi Covid-19
Ditengah pandemi covid-19 petani sagu di Kepulauan Meranti mengalami kesusahan karena hasil sagu tidak bisa di ekspore ke negara Malaysia yang lockdow
Perjuangan Petani Sagu Kepulauan Meranti Riau Ditengah Pandemi Covid-19
TRIBUNPEKANBARUWIKI.COM - Ditengah pandemi Covid-19 Petani Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau cukup mengalami kesusahan.
Para petani bahkan harus banting harga agar bisa terjual.
Belasan kilang sagu di Desa Sungai Tohor dan desa sekitarnya di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau sempat harus menumpuk sebanyak 1000 ton tepung sagu hasil produksi dari 18 kilang milik masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kepulauan Meranti sekitar bulan April 2020.
Belasan karung berisi sagu basah yang menumpuk di setiap kilang itu seolah menunggu kepastian kapan akan diekspor ke Malaysia, karena biasanya negeri Jiran tersebut yang rutin membeli sagu dari Kepulauan Meranti. Sagu basah yang telah disimpan juga tidak bisa dibiarkan lama disimpan, karena akan menurunkan kualitas dari sagu.
Ekspor terhambat karena Malaysia melakukan lockdown di negaranya, sehingga hingga saat ini tidak ada lagi ekspor sagu yang bisa dilakukan ke negara tetangga tersebut.
Baca juga: Muhammad Yudatama Hasibuan, Mahasiswa Teknik UIR Lulus Tanpa Sidang
Baca juga: Daftar 18 RSUD dan Alamat Lengkap di Riau
"Akibat Corona dan penerapan Lockdown disana, sagu basah disini sempat menumpuk dan tidak tahu lagi kemana mau dijual, inilah yang kami hadapi imbas dari corona ini," kata Abdul Manan salah seorang pemilik kilang pengolahan sagu basah di Desa Sungai Tohor.
Tidak lagi soal keuntungan, tapi tiap harinya menghitung kerugian karena produksi sagu basah mereka sudah lama tidak diterima negeri jiran itu.
Adapun kerugian yang dialaminya dalam sebulan bisa mencapai Rp100 juta. Jika dikalikan dengan 18 kilang yang ada saat ini, sudah ada Rp 1,8 miliar kerugian yang dialami. Selain itu sudah banyak juga para pekerja yang dihentikan sementara dari pekerjaannya.
"Itu baru kerugian dari kilangnya saja, belum dari petani sagunya. Selain itu sudah banyak pekerja yang distop. Rata-rata satu kilang itu mempekerjakan 10 orang kepala keluarga. Jadi ekonomi di Kecamatan Tebingtinggi Timur saat ini cukup lumpuh akibat sagu tak bisa dijual, selain itu masyarakat disini banyak yang bekerja dibidang sagu," ungkap Manan.